Jatuhnya
Industri Perbankan Indonesia Pada tahun 1998, ekonomi Indonesia jatuh dimana
tidak seorangpun yang dapat menyelamatkan. Minimnya likuiditas dan hilangnya
kepercayaan masyarakat pada sektor perbankan menghasilkan saldo negatif
(negative balance) pada clearing account bank-bank tersebut dengan Bank
Indonesia. Kepailitan sektor keuangan di Indonesia terlihat dengan adanya
liquidasi terhadap 16 bank swasta oleh Bank Indonesia pada tahun 1998.
Masyarakat banyak yang menarik uang dari tabungannya dan membuat masalah likuiditas
pada bank-bank tersebut. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah
memberikan Bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami masalah dan Program
Garansi kepada deposito masyarakat.
Bangkitnya
Perbankan Indonesia Perkembangan industri perbankan Indonesia setelah krisis ekonomi
tidak dapat dipisahkan dengan Badan Penyehatan Perbankan nasional (BPPN).
Lembaga ini didirikan pada tahun 1998 untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat
pada industri ini, merestrukturisasi, menjual aset dan memulihkan kembali dana
bantuan pemerintah yang telah disuntikkan untuk mencegah keterpurukan industri
perbankan serta menutup defisit anggaran Negara dan mempersiapkan transisi
industri perbankan sebelum BPPN dibubarkan. BPPN telah berhasil mendivestasikan
atau pun memprivatisasikan semua bank-bank pemerintah besar yang selama ini
dikenal sebagai fondasi industry perbankan Indonesia.
Perkembangan
Perbankan di Indonesia Dalam dunia Perbankan di Indonesia dalam kurun waktu belakangan
ini mengalami berbagai macam perubahan. Dalam pembahasan ini Kita bahas 3 macam
periode yang pernah terjadi di Indonesia : Dari tahun 1997-1998. Dari tahun
1999-2002 dan sampai sekarang.
1. Periode 1997 – 1998
Pertumbuhan
pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga
internasional berupaya keras menanggulangi krisis tersebut, antara lain dengan
melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400
triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7
bank lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah
yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan dan perbankan tersebut
adalah: Penyediaan likuiditas kepada
perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank
yang masih memiliki potensi untuk melanjutkan kegiatan usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak
yang signifikan terhadap kebijakannya
Menutup bank‐bank
yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan melakukan
marger Mendirikan lembaga khusus untuk
menangani masalah yang ada di industri perbankan seperti Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) Memperkuat
kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang
Bank Indonesia yang menjamin independensi Bank Indonesia dalam penetapan
kebijakan.
2. Periode 1999 – 2002
Krisis
perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 –1998 memaksa pemerintah
dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka
melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
pentingyang dilakukan sehubungan dengan itu adalah: Memperkuat kerangka pengaturan dengan
menyusun rencana implementasi yang jelas untuk memenuhi 25 Basel Core
Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard
internasional bagi pengawasan bank
Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real
Time Gross Settlements (RTGS) Menerapkan bank guarantee scheme untuk melindungi
simpanan masyarakat di bank Merekstrukturisasi
kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta maupun Indonesian
Debt Restrukturing Agency (INDRA) Melaksanakan program privatisasi dan
divestasi untuk bank bank BUMN dan bank‐bank
yang direkap Meningkatkan persyaratan
modal bagi pendirian bank baru.
3. Periode 2002 – Sekarang
Berbagai
perkembangan positif pada sektor perbankan sejak dilaksanakannya program
stabilisasi antara laintampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat pada inovasi
produk yang mulai berjalan, seperti pengembangan produk derivatif (antara lain credit
linked notes), serta kerjasama produk dengan lembaga lain (reksa dana dan bancassurance).